Teks1

Mereka bilang hidup jangan disesali, Aku bilang salah. Hidup jangan dikecewakan || Selain pada Tuhanmu, takut dan malulah pada penyesalan.

Memaknai Identitas Mahasiswa*

Salam Pembangunan!
Saat pertama menjajaki kehidupan kampus, ada beragam perasaan menggelayuti. Senang, bangga, dan tertantang. Senang, karena mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Melanjutkan proses belajar sebagai insan cendikia, satu kesempatan yang tidak dirasakan oleh mereka yang tidak mendapatkan kesempatan yang sama. Bangga, karena
berhasil bersaing dengan ribuan calon mahasiswa yang juga menginginkan hal yang sama yakni diterima di perguruan tinggi negeri. Tertantang, karena sadar bahwa saya telah memasuki tahap baru dari perkembangan diri. Identitas baru pun kini melekat dalam diri saya: mahasiswa.
 
Menjadi mahasiswa tidaklah sepenuhnya menjadi kebanggan, sebagian lain adalah tantangan. Ada nilai-nilai luhur yang turut membentuk istilah itu. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab VI bagian ke empat pasal 19, Mahasiswa adalah sebuah sebutan akademis untuk siswa/murid yang telah sampai pada jenjang pendidikan tertentu dalam masa pembelajarannya. Kata “Maha” berarti tinggi, paling, sementara “Siswa” berarti pelajar, subjek (bukan objek) pembelajaran. Begitu singkatnya bila diartikan secara harfiah. Sehingga dalam pengertian dari segi bahasa, Mahasiswa lebih kurang bearti pelajar yang tinggi (dalam hal ilmu) atau pelajar yang telah mencapai jenjang pendidikan tinggi (Universitas). Dari sebuah pendefinisian sederhana ini dapat dijelaskan bahwa sebenarnya menjadi mahasiswa adalah menjadi pelajar yang tinggi dalam hal ilmu, peran, dan kemudian berakumulasi pada tingginya tanggung jawab yang diemban.

Pemaknaan mahasiswa menjadi penting untuk dihayati dan dilaksanakan dalam kehidupan mahasiswa itu sendiri. Secara umum, mahasiswa memiliki tiga peran pokok yakni: (1) peran moral, (2) peran sosial, dan (3) peran intelektual. Pertama, peran moral adalah bahwa mahasiswa memiliki hak untuk menentukan sendiri kehidupannya. Disinilah dituntut rasa tanggung jawab kepada diri sendiri atas konsekuensi dari apa yang telah menjadi pilihannya. Kedua, peran sosial adalah bahwa segala perilaku dan tindakan yang dilakukan mahasiswa tentu memberikan pengaruh terhadap lingkungan sekitarnya. Maka selain pada diri sendiri, mahasiswa juga dituntut untuk mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada lingkungan masyarakat sekitar. Terakhir, peran intelektual adalah bahwa mahasiswa sebagai insan cendikia dituntut untuk dapat mengaplikasikan ilmunya ke dalam kehidupan masyarakat secara nyata.

Mahasiswa kerap pula digadang-gadangkan sebagai agen perubahan (agent of social change). Tentu saja bukan atribut tanpa makna. Gelar yang disandang mahasiswa ini membawa konsekuensi serius dalam kehidupan bermasyarakat. Mahasiswa –dalam perspektif masyarakat– adalah kaum terdidik yang mampu menjadi motorik (penggagas sekaligus penggerak) perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat. Maka dengan demikian, pengharapan masyarakat akan kontribusi nyata mahasiswa begitu besar. Ini kemudian menjadi pertanyaan, sejauh mana kita (sebagai mahasiswa) berperan serta dalam upaya penyelenggaraan perubahan sosial masyarakat? Pertanyaan yang hanya dapat dijawab oleh masing-masing penyandang gelar itu sendiri.

Menyoal kontribusi mahasiswa dalam masyarakat, mahasiswa mengenal apa yang disebut sebagai Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terdiri dari pembelajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Pembelajaran memang menjadi konsekuensi logis dari seorang pelajar. Sementara penelitian dilakukan untuk melengkapi proses pembelajaran itu sendiri. Sedangkan pengabdian masyarakat adalah akumulasi dari proses pembelajaran dan penelitian yang bersifat aplikatif

Proses belajar diantara sekat ruang kuliah saja dirasa tidak cukup mampu untuk menggali besarnya potensi mahasiswa. Perlu pengembangan potensi diri diluar ranah akademis yang disebut dengan soft skill. Keberadaan organisasi kampus menjadi penting untuk menunjang pengembangan kemampuan non-akademis mahasiswa. Berorganisasi dapat disama-artikan dengan belajar mengasah kemampuan kepekaan terhadap sekitar dan meningkatkan kepedulian dengan sesama sebagai bagian dari masyarakat yang terintegritas. Banyak hal yang didapat dari organisasi. Melalui keikutsertaan dalam organisasi, mahasiswa (secara bersama-sama) melakukan eksplorasi potensi baik dalam hal kepemimpinan, publick speaking, kerja sama, dan banyak hal positif lain yang membantu mahasiswa untuk lebih siap terjun dalam masyarakat. Kelak, mahasiswa benar-benar mampu menjadi senyatanya agen perubahan sosial yang aktif dan kontributif baik dalam tindakan maupun pemikiran.

Entah seperti apa perasaan kawan-kawan saat ini. Mungkin bangga, senang, atau apapun itu,  yang pasti identitas mahasiswa dengan segala peran dan tanggung jawabnya telah melekat pada diri kita. Pahami peran dan Tanggung jawab sebagai mahasiswa, bersiaplah untuk turut ambil bagian sebagai penggagas dan penggerak perubahan dengan segenap ilmu yang diperoleh, baik hard skill maupun soft skill

Pada akhirnya, saya mengibaratkan mahasiswa adalah sebuah telur. Apakah embrio dalam sebuah telur tadi akan mampu berkembang dan kemudian menetas atau justru mandek, mengalami stagnansi, dan tetap terbungkus rapat dalam cangkang hingga akhirnya membusuk? Semua ditentukan dari proses kehidupan mahasiswa itu sendiri, dari awal hingga lulus nanti. Jangan hanya terkekang oleh kegiatan akademis, sisihkan waktu untuk berorganisasi dan menetaslah! Salam luar biasa dashyat dan siap menang!


*) telah dimuat dalam himesbangfeunsoed.org dengan judul yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar